Ganti Rugi Korban Kecelakaan Pesawat Udara: Tanggung Jawab Maskapai atau Produsen Pesawat? (Studi Kasus Sriwijaya Air SJ 182)
Kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 menewaskan 62 orang penumpang dan awak kabin. Atas kematian penumpang, pihak maskapai memberikan ganti rugi kepada korban kecelakaan pesawat tersebut. Sebagian penumpang menerima, namun sebagian menolak karena ingin menuntut Boeing sebagai pihak produsen pesaw...
Saved in:
| Main Authors: | , |
|---|---|
| Format: | Article |
| Language: | English |
| Published: |
Faculty of Law Universitas Kristen Maranatha
2025-04-01
|
| Series: | Dialogia Iuridica |
| Subjects: | |
| Online Access: | https://journal.maranatha.edu/index.php/dialogia/article/view/10493 |
| Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
| Summary: | Kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 menewaskan 62 orang penumpang dan awak kabin. Atas kematian penumpang, pihak maskapai memberikan ganti rugi kepada korban kecelakaan pesawat tersebut. Sebagian penumpang menerima, namun sebagian menolak karena ingin menuntut Boeing sebagai pihak produsen pesawat. Hal tersebut kemudian menimbulkan pertanyaan mengenai pihak mana yang seharusnya bertanggung jawab. Apalagi Hukum Nasional Amerika Serikat membuka kesempatan para korban kecelakaan melakukan penuntutan terhadap Boeing sebagai produsen pesawat berdasarkan hukum nasionalnya melalui hukum perlindungan konsumen. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis pihak mana yang sebenarnya memiliki tanggung jawab dalam memberikan ganti kerugian terhadap korban kecelakaan pesawat udara. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan metode deskriptif analitis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan, dengan fokus utama pada sumber-sumber hukum primer, sekunder, dan tersier. Hukum internasional yang mengatur mengenai tanggung jawab atas ganti rugi korban kecelakaan pesawat udara yaitu Konvensi Warsawa 1929 dan Konvensi Montreal 1999 hanya mengatur maskapai sebagai pihak yang bertanggung jawab sehingga terdapat kesenjangan hukum. Hukum nasional Indonesia yang seharusnya mengisi kesenjangan hukum yang ada juga tidak mengatur mengenai tanggung jawab produsen pesawat dan hanya mengatur tanggung jawab maskapai sebagai pengangkut utama. Penulis berkesimpulan bahwa diperlukan adanya reformasi regulasi penerbangan baik di tingkat nasional maupun internasional yang mengatur lebih lanjut berkaitan tanggung jawab produsen pesawat untuk mendorong keadilan bagi korban dan meningkatkan keamanan dan keselamatan industri penerbangan global. |
|---|---|
| ISSN: | 2085-9945 2579-3527 |